Benarkah Imam Bukhari Tidak Menjadikan Hadits Ahad Sebagai Hujjah Dalam Aqidah?
BENARKAH IMAM BUKHARI TIDAK MENJADIKAN HADITS AHAD SEBAGAI HUJJAH DALAM AQIDAH?
Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
Pernyataan seperti ini adalah sebuah kebohongan yang nyata. Hadits-hadits yang kita bawakan di atas, semuanya terdapat di Shahih Bukhari, dalam kitab Al Iman. Lantas, bagaimana mungkin dikatakan, beliau tidak menjadikannya sebagai hujjah?!
Juga dapat kita lihat dalam kitab Shahih-nya, ada dua kitab yang membahas masalah aqidah, yaitu kitab Al Iman dan kitab At Tauhid. Banyak ditemukan disana mengenai hadits-hadits ahad dan dijadikan hujjah oleh beliau.
Dalam kitab At Tauhid, Imam Bukhari membawakan hadits ahad sebagai hadits pertama. Yaitu hadits Mu’adz.
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً مِنْ أَمْوَالِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِذَا أَطَاعُوا بِهَا فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ
“Sesungguhnya engkau akan datang kepada kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang pertama kali kau serukan, adalah supaya mereka beribadah kepada Allah. Jika mereka sudah mengenal Allah, maka beritahukanlah mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali sehari semalam. Jika mereka sudah melakukan hal itu, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan mereka zakat dari harta benda mereka dan zakat itu diberikan kepada orang fakir mereka. Jika mereka taat, maka ambillah dan hindarilah harta kesayangan (berharga) mereka“.
Hadits ini berbicara tentang aqidah. Hadits-hadits lain dalam bab ini berbicara tentang aqidah dan banyak yang ahad.
Adapun mengenai Bab :
بَاب مَا جَاءَ فِي إِجَازَةِ خَبَرِ الْوَاحِدِ الصَّدُوقِ فِي الْأَذَانِ وَالصَّلَاةِ وَالصَّوْمِ وَالْفَرَائِضِ وَالْأَحْكَامِ
“(Bab tentang bolehnya hadits ahad yang jujur sebagai hujjah dalam masalah adzan, shalat, puasa, fardhu-fardhu dan hukum-hukum), ini tidak bisa dijadikan hujjah untuk menolak aqidah. Karena, kalau kita perhatikan, hadits-haditsnya penuh dengan aqidah. Dan bab ini dibuat oleh beliau untuk membantah orang yang mengatakan bahwa khabar ahad tidak bisa dijadikan hujjah. (lihat syarah bab ini dalam fathul baari 15/154)”
Salah satu contohnya, hadits tentang Hiraklius tadi (contoh kedua), yaitu no. 7.264 dan utusan Abdul Qais (contoh kesebelas). Kalau kita urutkan dari awal, akan banyak sekali. Mungkin mereka akan mengatakan, dalam bab ini tidak ada ungkapan tentang aqidah. Pernyataan ini sungguh keliru. Karena dalam bab ini, terdapat kalimat ahkam, sedangkan pembahasan hukum secara luas meliputi aqidah. Misalnya, kalimat faraidh dalam bab ini bukanlah ilmu faraidh, akan tetapi kalimat faraidh yang Beliau maksudkan disini, ialah hal-hal yang diwajibkan oleh Allah Azza wa Jalla. Karena itu Beliau membawakan ayat:
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya“. [At Taubah/9 :122].
Kesimpulannya, harus ada yang duduk bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mempelajari agama, agar mereka bisa memberikan peringatan kepada kaumnya jika mereka kembali.
Tafaqquh fiddin itu mencakup seluruh bagian dari agama. Bahkan aqidah merupakan bagian terpenting. Jadi, jika mengatakan Imam Bukhari tidak berhujjah dengan hadits ahad, maka pernyataan seperti ini adalah keliru. Karena ayat yang pertama, yang dijadikan hujjah menjelaskan hal itu.
Kemudian hadits yang pertama yang dibawakan oleh Imam Bukhari dalam bab ini, yaitu hadits Malik bin Huwairits yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu nomor 7.246, yang menceritakan bahwa ia dan beberapa pemuda yang sebaya denganya tinggal di Madinah selama 20 hari untuk belajar agama. Dan belajar agama bukan hanya shalat, salah satunya memang shalat. Meskipun hadits ini terkenal dengan hadits “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”. Akan tetapi, ini hanya sebagian saja dari hadits ini. Oleh karena Malik bin Huwairits mengatakan, ketika Rasulullah melihat kami telah rindu kepada keluarga, Beliau bersabda:
ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لَا أَحْفَظُهَا
“Kembalilah kepada keluarga kalian, tegakkanlah disana dan ajarkanlah, serta laksanakanlah, dan Beliau menyebutkan beberapa hal yang aku hafal dan yang tidak aku hafal..”
Ini berarti, yang Beliau ajarkan kepada Malik dan teman-temannya bukan hanya shalat. Bagaimana mungkin Beliau hanya mengajarkan shalat, padahal asas agama ini adalah tauhid.
Kemudian lihat lagi hadits lain yang dibawakan dalam bab ini, yaitu hadits no. 7.264, tentang utusan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hiraklius. Yang membawa surat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pembesar Kaisar. Surat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm ini berisi dakwahm agar pembesar ini masuk Islam.
Kita lihat juga hadits mu’alaq, tentang surat Beliau yang dikirim ke Raja Persia, yang kemudian di robek-robek, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan agar kerajaan Majusi itu dirobek-robek. Apakah semua ini bukan aqidah?
Bahkan Imam Bukhari menuliskan sebuah Bab.
بَاب مَا كَانَ يَبْعَثُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْأُمَرَاءِ وَالرُّسُلِ وَاحِدًا بَعْدَ وَاحِدٍ
Baabu Ma Kaana Yab’atsu An Nabiyu Min al Umara’i wa Ar Rusuli Waahidan Ba’da Waahidin (Bab hadits yang menjelaskan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan dan amir satu per satu). Utusan ini untuk membawa surat dan tugas lainnya. Apakah Rasulullah n menuliskan surat tentang hukum? Tentunya yang pertama adalah masalah aqidah. Dengan demikian menjadi jelas kebohongan mereka.
Kesimpulannya, hadits ahad bisa dipakai untuk masalah aqidah.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun VIII/1425H/2004M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2855-benarkah-imam-bukhari-tidak-menjadikan-hadits-ahad-sebagai-hujjah-dalam-aqidah.html